Kerajaan
Bawakng (Tamaratos) alias kerajaan Bengkayang kuno adalah sebuah
kerajaan milik masyarakat Dayak bakati bagian selatan. Sekitar abad ke-15 sebelum masehi, warga suku
Dayak Bakati telah bermukim disekitar kawasan gunung Bawakng (Buah). Karena kegiatan peladangan berpindah yang
menyebabkan mereka menyebar ke kawasan gunung Bawakng yang sangat subur. Dayak
Bakati adalah salahsatu subsuku Dayak Bidayuh yang menggunakan dialek Bakati.
Dayak ini menempati wilayah kabupaten Bengkayang, kabupaten sambas dan bagian
barat Sarawak.
Selain
karena berladang, banyaknya buah-buahan tropis yang tumbuh subur di kawasan gunung
Bawakng, juga merupakan alasan bagi orang Bakati untuk menempatinya. Oleh karena
hal itu pula, maka kemudian mereka menamai gunung tersebut dengan nama “Bawakng”. Ini adalah kosakata yang
berasal dari bahasa rumpun Dayak Bidayuhik kuno, sebelum memakai sebutan
“buah”, yang merupakan kata serapan pengganti “bawakng”, yang berasal dari bahasa orang Bananag (Dayak Kanayatn).
Didirikan Oleh Butag Bawakng Dan Istrinya Dara
Elad
Kerajaan
Bawakng adalah sebuah kerajaan Dayak purba yang berbentuk non-feodal. Kerajaan ini
didirikan oleh Butag Bawakng dengan
istrinya Dara Elad. Sesuai dengan
adat lama bangsa Dayak bahwa apabila pada sebuah komunitas masyarakat Dayak
yang terdapat pada suatu wilayah, kemudian diantara mereka terdapat salahsatu
keluarga yang mempunyai sebanyak tujuh orang anak, dari anak yang pertama
sampai anak yang ketujuh memiliki jenis kelamin yang sama, maka ayah dari
ketujuh orang anak yang berjenis kelamin sama tersebut harus diangkat menjadi
raja.
Demikian
juga dengan apa yang terjadi terhadap Butag
Bawakng dan istrinya Dara Elad,
yang mempunyai tujuh orang anak yang berjenis kelamin sama tersebut. Ketujuh orang anak
anak Butag Bawakng dengan istrinya Dara Elath yang seluruhnya berjenis
kelamin laki-laki tersebut adalah; Sapeg
Tapakng Page, Saer Burutn Tangang, Pangek Kijakng Boho, Singa Burutn Page, Saboto
Alo Lonokng, Tupe Lagag Lumukng dan Tokes
Togakng Tagukng.
Setelah
istri Butag Bawakng melahirkan anak yang
ketujuh, yang juga berjenis kelamin laki-laki, maka oleh warga yang tinggal
disekitar gunung Bawakng mengangkat ayah ketujuh orang anak laki-laki tersebut
menjadi raja pertama di wilayah gunung Bawakng, yang di-sahkan melalui sebuah
prosesi adat yang berlaku. Karena wilayah mereka tinggal disekitar gunung
Bawakng, maka kerajaan mereka dinamai “kerajaan Bawakng” dengan ibukota bernama
Bawakng Basawag. Sebutan “bawakng” dalam bahasa Dayak Bidayuhik
kuno bearti “buah”, dan sebutan “basawag” bearti “bertahun atau bertahunan”, jadi bawakng
basawag bearti buah bertahunan,
hal ini disebabkan karena kota bawakng basawag
merupakan kota yang mempunyai hasil buah sepanjang tahun.
Beberapa
contoh kosakata lain yang memiliki hubungan dengan kata “bawakng” adalah pada kata “mawakng”
yaitu singkatan dari kata “masupm”
dan “bawakng” artinya “masam buah atau buah yang masam”. Kata mawakng digunakan untuk menamai
salahsatu buah asam yang tumbuh subur diwilayah gunung bawakng yaitu asam mawakng.
Selain itu ada pada kata “tamawakng” versi Dayak Banyadu dan Dayak Bakati atau “timawakng” versi Bananag Kanayatn, kata
ini terbentuk dari kata “tamao” versi
Dayak Bakati atau “tamakng” versi Dayak
Banyadu atau “timakng” versi Dayak Bananag Kanayatn, kata ini bearti
“Pemukiman atau perkampungan” dan
kata “bawakng” dalam bahasa Dayak Banyadu
kuno dan Dayak Bakati kuno yang bearti “buah”.
Jadi secara harafiah kata “tamawakng”
bearti “pemukiman buah”. Namun
demikian, makna luas dari kata ini adalah untuk menyebuti “bekas pemukiman atau perkampungan yang telah ditanami dengan berbagai
macam buah khas kalimantan”.
Bangsa Eropa mengenal kerajaan Bawakng dengan nama TAMARATOS, yang bearti BUAH CEMPEDAK. Seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa kerajaan Bawakng
dinamakan dengan BAWAKNG adalah
disebabkan oleh lokasi dari ibukota kerajaannya yaitu BAWAKNG BASAWAG yang terletak di lingkungan pegunungan Bawakng,
yang mana sepanjang tahun, kota Bawakng Basawag selalu menghasilkan berbagai
macam bebuahan tropis khas pulau Dayak
(Kalimantan), termasuklah diantaranya adalah BUAH CEMPEDAK.
Jadi sangat mungkin bahwa dahulu
ketika kerajaan Bawakng masih eksis,
orang-orang asing yang sempat singgah di kota Bawakng Basawag, melihat ketika musim buah tiba, bebuahan yang
sangat melimpah, yang dapat ditemui di kota Bawakng
Basawag adalah “buah cempedak”, maka oleh sebab itu kemudian mereka
menyebuti kota Bawakng Basawag dan kerajaan Bawakng dengan sebutan TAMARATOS (buah cempedak).
Setelah raja Patih Butag Bawakng meninggal dunia, beliau
digantikan oleh anaknya yang bernama Sapeg Tapakng Page. Sementara
anak-anaknya yang lain diutus untuk menjadi pemimpin warga Dayak yang tinggal
jauh dari kerajaan Bawakng. Saer Burutn Tangang diutus untuk menjadi pemimpin orang
Banyadu (Dayak Banyuke) yang tinggal disepanjang aliran sungai Banyuke. Pangek
Kijakng Boho (Pangek Kijakng
Dari) diutus untuk menjadi pemimpin orang Bananag (Dayak Kanayatn) yang
tinggal dipesisir pantai Barat Kalimantan Barat. Singa Burutn Page (Singa Bulu Page) diutus untuk menjadi
pemimpin orang Balangin.
Saboto
Alo Lonokng diutus untuk menjadi pemimpin masyarakat
Dayak Mali yaitu orang Ba’aye, Bamaag dan orang ribun disekitar gunung Keokng-Kanakng (Tiong Kandang). Tupe
Lagag Lumukng diutus untuk menjadi pemimpin Dayak Bidayuh yaitu orang
sungkung, tengon dan orang suti yang tinggal disekitar gunung Niut, untuk
meneruskan pemerintahan kerajaan Sinjang
(Sikukng). Dan yang terakhir yaitu Tokes Togakng Tagukng diutus untuk
menjadi pemimpin orang Benadai (Dayak Majang / iban) di Sarawak.
Setelah
raja Sapeg Tapakng Page meninggal
dunia, kekuasaan beliau diganti oleh anaknya, Kambang Putih Ochok Bawakng. Kemudian setelah raja Kambang Putih Ochok Bawakng meninggal
dunia, beliau diganti oleh anaknya, raja Kambang
Rempaga. Setelah Kambang Rempaga berkuasa, penggantinya berturut-turut dikuasai oleh
anak dan cucunya yakni raja Salopo Dama dan
raja Sanyala.
Suatu
saat sekitar abad 5 Masehi, masyarakat Dayak Kanayatn yang merupakan Dayak yang
mayoritas tinggal di pesisir pantai barat Kalimantan kemudian mulai berdatangan
dan tinggal di kota Bawakng Basawag
ibukota kerajaan Bawakng (Tamaratos).
Di kota Bawakng Basawag mereka bersama
warga Dayak Bakati mengembangkan budaya Dayak, termasuk diantaranya adalah pembentukkan
beberapa hukum adat lama yang sama.
Baik
warga Dayak Bakati maupun warga Dayak kanayatn yang tinggal di kota Bawakng Basawag, masing-masing
beranak-pinak hingga suatu saat kota Bawakng
Basawag menjadi sangat ramai penduduknya. Akibatnya, bahasa yang digunakan
juga menjadi dwi-bahasa, hal ini disebabkan oleh orang Kanayatn yang tidak mau
mengalah untuk menggunakan bahasa Bakati.
Pada
waktu Dayak kanayatn mulai berdatangan ke kota Bawakng Basawag, kerajaan Bawakng (Tamaratos) diperintahkan oleh raja
Sapangko. Mereka menyebuti negeri
Bawakng sebagai “nagari Sapangko nagari
subayatn” yang artinya “negeri raja
Sapangko adalah negeri surgawi”. Hal ini dikarenakan ketika raja Sapangko berkuasa adalah masa dimana
kerajaan Bawakng (Tamaratos) mulai
jaya dan masyur laksana surga. Setelah raja Sapangko
wafat, kemudian beliau digantikan oleh anak-cucunya, hingga sampailah kepada
keturunannya yang bernama Sakotokng Gonong. Pernikahan antara raja Sakotokng Gonong dengan istrinya Dara Amod Raya (Antu Raya) melahirkan Rampunutn.
Raja
Patih Rampunutn penerusnya kemudian menikah dengan anak neneng (kakek) Galeber yang bernama Mansero (berbinar), perkawinan mereka
melahirkan; Langi, Guroro, Sabag, Bubud dan Saunteg. Setelah raja Patih
Rampunutn wafat, beliau digantikan
oleh putra pertamanya yang bernama Langi.
Kemudian raja Patih Langi menikah
dengan istrinya yang bernama Sobatn, mereka melahirkan Ramaga, Jaro, Mongkog, Mudat, Tampukng, Uma-umang dan Uid-uid.
Setelah
raja Patih Langi mangkat, kemudian beliau digantikan oleh putra tertuanya yang
bernama Ramaga. Suatu saat raja Patih Ramaga anak raja Patih Langi menikah dengan istrinya yang
bernama Ramanikng (anting-anting), selama
perkawinan mereka, istrinya melahirkan lima orang anak, mereka adalah; Salujatn, Salopo anak Rumaga anak langi, Dara
Amutn (dara embun), buratn banta
(Bulan purnama) dan Baniamas
(benih-emas).
Konflik Dengan
Kerajaan Pantanatn / Nek Riuh
(Tamenacerim) Dan Pembentukan Dewan Panungkakng
Bawakng (Dewan Penunjang Dinasti Bawakng)
Ketika
dewasa, pangeran Baniamas (Benih Emas)
menggantikan kedudukan ayahnya untuk menjadi raja Bawakng. Setelah diangkat
menjadi raja penguasa kerajaan Bawakng
(Tamaratos), kemudian Patih Baniamas
bermaksud ingin melamar dua orang gadis cantik putri raja penguasa kerajaan Sungkung yang kembar siam, yang bernama Pantar Buratn, yang tubuh mereka
berdempet sedikit pada sisi samping pinggang. Namun pada saat yang sama, raja kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) yang
bernama Tongkor Labatn (Tunggul kayu
Laban), juga berkeinginan untuk melamar Pantar
Buratn. Untuk merebut Pantar Buratn,
kedua raja tersebut masing-masing mengerahkan tentaranya hingga perang tak
terelakan.
Mengingat
kerajaan Bawakng (Tamaratos) dan
kerajaan Pantanatn / Nek Riuh
(Tamenacerim) adalah dua kerajaan yang bersaudara, yang mana pendiri
kerajaan Pantanatn / Nek Riuh
(Tamenacerim) juga merupakan menantu raja terdahulu di kerajaan Bawakng (Tamaratos), maka untuk melerai
peperangan yang telanjur terjadi, Singa Shanga
yaitu seorang panglima perempuan mendatangi lokasi peperangan, disana beliau
berhasil mendamaikan pasukan tentara kedua kerajaan yang sedang berperang
tersebut.
Dengan
kekuatan ilmu sihirnya, Singa Shanga
kemudian memisahkan kedua tubuh Pantar Bulan
yang berdempet sedikit disebelah sisi pinggang mereka. Setelah terpisah Pantar Buratn Keba (kiri) menikah dengan
raja Baniamas (Benih Emas) dan Pantar Buratn Santaog (kanan) menikah
dengan raja Tongkor Labatn (Tunggu Kayu
Laban). Perkawinan antara raja Patih Baniamas
(Benih Emas) dengan Pantar Buratn
Keba melahirkan tiga orang anak, mereka adalah; Putri Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram), Borog Balla (Buluh
Kuning) dan Maniamas (Bermandikan
Emas). Pada saat anak bungsu raja Patih Baniamas
(Benih Emas) lahir, pihak istana kerajaan
Bawakng (Tamaratos) menjadi semakin kaya raya, karena oleh hal itu pula,
kemudian anak bungsunya dinamai Mamuamas
(mandi Emas) menurut versi Dayak Bakati dan versi Dayak Banyadu, atau Maniamas (Mandi Emas) menurut versi
Dayak Bananag Kanayatn.
Sejak perang perebutan dua gadis kembar siam
itulah raja kerajaan Pantanatn
/ Nek Riuh (Tamenacerim) yang
bernama Patih Tongkor Labatn (tunggul
kayu laban) tersebut mulai disebut dengan julukan Patih Marabatn Ampor, yang bearti seorang “Patih yang membawa kehancuran atau keretakan”. Hal ini terjadi
disebabkan oleh ulahnya yang nekat
untuk bersaing dengan pamannya sendiri yaitu raja Patih Baniamas (Benih Emas) untuk memperebutkan Pantar Buratn. Jadi, ulah “nekat” Patih Tongkor Labatn (Tunggul Kayu Laban) itulah yang menyebabkan
hubungan antara kerajaan Bawakng
(Tamaratos) dan kerajaan Pantanatn / Nek Riuh
(Tamenacerim) menjadi retak, sehingga menyebabkan raja
Patih Tongkor Labatn (Tunggul Kayu Laban)
dijuluki MARABATN
(membawa) AMPOR (hancur / retak) tersebut.
Setelah
Konflik antara kerajaan Bawakng (Tamaratos) dan kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) dapat
dileraikan, kemudian sebagian para bangsawan di kerajaan Bawakng (Tamaratos) bersepakat untuk membentuk sebuah dewan khusus
yang bertugas untuk menjadi mediator (penengah
/ pelerai) apabila konflik diantara kerajaan-kerajaan turunan kerajaan Bawakng (Tamaratos) terjadi lagi
dikemudian hari.
Menurut
versi Dayak Bakati, dewan ini disebut Panungkat
Bawakng (Penongkat Dinasti Bawakng). Sementara menurut versi Dayak Banyadu
dan Dayak Kanayatn, dewan tersebut bernama Dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti Bawakng). Pembentukan dewan Panungkakng Bawakng ini dikomandoi oleh Pangeran Salopo, yakni salahsatu kakak kandung raja Baniamas (Benih Emas). Namun dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti
Bawakng) tersebut tidak bertahan lama,
karena hanya eksis sekitar setengah abad saja, setelah itu dewan
tersebut dibubarkan.
Kerajaan
Bawakng (Tamaratos) adalah salahsatu
kerajaan besar di Kalimantan bagian barat. Beberapa tahun setelah raja Patih Ramaga anak raja Patih Langi berkuasa,
kerajaan Bawakng (Tamaratos) makin
jaya, bahkan hasil buminya yang berupa emas mulai ditambang, hal itulah yang
menjadi penyebab ketika anak bungsunya lahir, anaknya itu diberi nama Baniamas, yang bearti “Benih Emas”. Biji-biji emas tersebut
banyak ditambang dihulu sungai Salako dan hulu Batangan Bakati (Sungai Sambas / Sungai Sebalo). Kamakmuran yang
diraih oleh kerajaan Bawakng (Tamaratos)
semakin meningkat ketika raja Patih
Baniamas (Benih Emas) berkuasa, hal ini semakin membuat kerajaan Bawakng (Tamaratos) menjadi
semakin masyur. Karena itu, banyak orang dari berbagai daerah dipulau
kalimantan yang mendatangi kota bawakng basawag
ibukota kerajaan Bawakng (Tamaratos).
Sebuah
game tradisional yang sangat terkenal dan sering diselenggarakan di bawakng basawag adalah “pangka gasikng”. Kata ini dalam bahasa
Dayak dibentuk dari kata “pangka” yang bearti “bentur” kemudian kata “gasikng”
yang dibentuk dari kata “pagas” yang
bearti “pegas” yaitu aksi menarik
kembali tali ke arah dalam atau pelempar, setelah tali yang berisi buah gasing
tersebut dilempar ke arah luar, ini seperti aksi dan reaksi terhadap sebuah “per”.
Lalu diikuti oleh kata “pusikng” yang bearti “pusing atau putar”. Jadi kata “pangka
gasikng” bearti “permainan pembenturan
antar benda yang dipegas sehingga menjadi berputar”. Seringkali pesta
pertandingan pangka gasikng juga
diikuti oleh para pangeran kerajaan Bawakng
(Tamaratos), sehingga menjadikan kota Bawakng
Basawag semakin terkenal.
Pada
suatu waktu di kota Bawakng Basawag
diadakan pertandingan Pangka Gasikng yang
pesertanya mengikut-sertakan raja dan para bangsawan kerajaan Bawakng (Tamaratos). Pada pesta
penyelenggaraan pertandingan pangka
gasikng tersebut, salahsatu Pangeran dari kerajaan Panggau Libau (Wijayapura / Puchavarao) datang ke kota Bawakng Basawag sebagai wakil dari kerajaan Panggau Libau / Wijayapura (Puchavarao) untuk
mengikuti pertandingan tersebut. Nama Pangeran dari kerajaan Panggau Libau (Wijayapura / Puchavarao)
tersebut adalah Nyiur Gadikng (kelapa
gading), beliau adalah salahsatu putra Patih Laja yaitu raja yang berkuasa di kerajaan Panggau Libau
(Wijayapura / Puchavarao) milik Dayak Iban di DAS sungai Rajang Sarawak.
Setelah
menceraikan istrinya Seputin Dara Sabayan (Sabatin),
yang terkenal sebagai seorang perempuan tukang sihir yang sangat hebat di
wilayah kerajaan Panggau Libau /
Wijayapura (Puchavarao). Nyiur Gadikng
mendatangi kota Bawakng Basawag
dengan membawa benih Ansabi (sawi Dayak),
benih Arupm (bayam Dayak), benih mentimun dan benih Nyore (sorgum) untuk
memperkenalkannya kepada penduduk kota Bawakng
Basawag agar mengembang-biakannya.
Pada
saat Nyiur Gadikng (kelapa gading) mengikuti
pertandingan “Pangka Gasikng” melawan
raja Baniamas (Benih Emas) dan kakaknya
pangeran Salujatn, putri sulung raja Baniamas (Benih Emas) yang bernama Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram)
ikut menonton pertandingan tersebut. pada saat itulah Nyiur Gadikng jatuh cinta dengan putri Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram).
Kemudian
Nyiur Gading (kelapa gading) melamar
putri Balo
Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram) kepada raja Baniamas (Benih Emas) dan di setujui, setelah itu mereka langsung dinikahkan.
Pernikahan antara Nyiur Gading (Kelapa
Gading) dengan putri Balo Tanang
(Cahaya Tenang / Cahaya Temaram) melahirkan dua orang anak, mereka adalah; Mitha yang berjenis kelamin perempuan,
kemudian seorang anak laki-laki yang diberi nama sama seperti nama almarhum
kakeknya, yaitu Ramaga. Kelak putra
mereka yang bernama Ramaga putra Balo Tanang itulah yang akan mendirikan
kerajaan Bahana Pura (Bangkule Rajakng)
sebagai cikal-bakal kerajaan mempawah, di kota Bahana yang terletak didaerah
kota Karangan dimasa sekarang.
Setelah
raja Baniamas (Benih Emas) meninggal
dunia, beliau digantikan oleh anak bungsunya yang bernama Maniamas (Bermandikan Emas). Maniamas menikah dengan Dayakng Ganilatn melahirkan Tampag Ayog atau disingkat Payog, Tongga alias Langga dan Garangsi Tunggal. Anak mereka yang
bernama Garangsi Japu Tunggal, terlahir memiliki
tubuh besar seperti abang kandungnya Tampa
Ayog (Payog), hanya saja Garangsi Japu Tunggal memiliki kelainan, dimana giginya hanya terdapat satu biji yang
berukuran besar dan lebar. Karena ia bertubuh besar dan memiliki gigi tunggal
dan berpenampilan buruk rupa, kemudian ia dinamakan Garangsi Japu Tunggal (raksasa buruk bergigi tunggal).
Setelah
raja Patih Maniamas (Bermandikan Emas) meninggal dunia,
kemudian beliau diganti oleh anaknya yang bernama Tampag Ayog. Nama Tampag Ayog
atau disingkat Payog dari bahasa Dayak
Bakati yang memiliki arti “memang sangat
besar”, hal ini disebabkan oleh tubuhnya pada saat lahir lebih besar dari
ukuran rata-rata bayi normal di jamannya.
Dimasa
mudanya, Payog banyak menghabiskan
waktunya untuk bertapa digunung Samabue
di daerah kota Banyalitn (Menjalin) pada masa sekarang. Setelah
selesai bertapa, dia menjadi sangat sakti dan langsung pulang ke kota Bawakng Basawag. Karena kesaktian yang
dimilikinya, kemudian membuatnya menjadi angkuh dan sombong, sehingga apapun
yang diingininya, harus dituruti bahkan sekalipun apa yang diingininya itu
adalah sesuatu yang telah menjadi hak milik orang lain.
Karena
perangainya yang gemar mengklaim hak milik orang lain menjadi miliknya, Maka
oleh rakyat kerajaan Bawakng (Tamaratos),
pangeran Tampag Ayog (Payog) kemudian
dijuluki “bujakng Panyangkog” atau
disingkat “bujakng nyangkog”. Sebutan
ini berasal dari bahasa Dayak, baik dari bahasa rumpun Dayak Bidayuhik barat
maupun dalam bahasa rumpun Dayak Kanayatnik Utara, yaitu berasal dari kata “bujakng” yang bearti “bujang atau pangeran” dan kata “panyangkog”
yang disingkat “Nyangkog”
yang bearti “pengklaim”. Jadi, Bujakng Nyangkog bearti “Pangeran Pengklaim”, namun untuk
membedakannya dengan Bujakng Nyangkog
yang terdahulu, yaitu julukan yang pernah diberikan kepada leluhurnya yang
pernah berkuasa menjadi raja di kerajaan Bawakng
terdahulu, maka julukan bujakng nyangkog
pada Payog ditambah menjadi “bujakng Nyangkog dari Samabue” karena mengingat
Samabue adalah nama bukit tempat
dimana beliau pernah bertapa dahulu.
Konflik Dengan Kerajaan Satona (Sthanapura)
Suatu
saat raja Patih Bujakng Nyangkog dari samabue berseteru dengan raja Patih Ria Jambi (bahasa sanskerta: Aria
Jampi) yaitu penguasa kerajaan Satona
(Sthanapura) yang pada waktu itu ibukotanya tidak lagi di kota Banyuke (Desa Samade) di Kecamatan Banyuke
Hulu Kabupaten Landak sekarang, tetapi telah pindah ke kota Jarikng (Desa Setolo) yang terletak di
dekat Darit ibukota Kecamatan Menyuke
Kabupaten Landak dimasa sekarang. Kerajaan
ini milik orang Banyadu, karena mengingat pada waktu itu orang Banane atau
Dayak Kanayatn Darit belum terbentuk.
Perseteruan
itu disebabkan oleh keduanya yang memperebuti seorang gadis cantik yang bernama
Ngatapm Barangan (Ngatapm dari kota
Barangan) yaitu adik perempuan almarhum raja
Patih Ummug Arakng (Nek Riuh) dari kerajaan Bantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim). Pada waktu itu Raja Patih Bujakng Nyangkog telah mengerahkan tentaranya untuk mendatangi kota
Jarikng, namun para tentara kerajaan Bawakng tersebut dihadang oleh pasukan Panungkakng Bawakng (Dewan Penunjang Dinasti
Bawakng), dan mereka diberi pengertian bahwa antara kerajaan Bawakng dan
kerajaan Satona (Sthana Pura) adalah
dua kerajaan yang “Bapangka Batis (Bertabrakan Betis)”, maksudnya adalah bahwa
antara kerajaan Bawakng (Tamaratos)
dan kerajaan Satona (Sthanapura)
adalah bersaudara atau satu keturunan. Kemudian pasukan Bawakng tersebut
diminta untuk pulang kembali ke kota Bawakng
Basawag.
Setelah
menghadang pasukan tentara kerajaan Bawakng
(Tamaratos), pasukan dewan Panungkakng
Bawakng tersebut menemui Raja Bujakng
Nyangkog dan meminta beliau membatalkan niatnya untuk kembali mengerahkan
tentaranya. Kemudian para sesepuh Dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti Bawakng) membuat kesepakatan kepada raja Bujakng Nyangkog dan raja Aria Jampi untuk mengadakan pertandingan
pancha (panco), dengan syarat tidak
boleh menggunakan kekuatan gaib yang dimiliki masing-masing, dan kepada
siapapun yang akan menang diperbolehkan untuk menikahi ngatapm Barangan.
Akhirnya
hari pertandingan yang ditentukan itu tiba, tempatnya di istana rumah panjang kota
Jarikng. Ketika bertanding Panco, bujakng nyangkog kalah telak oleh
kekuatan otot Aria Jampi. Kekalahan Bujakng Nyangkog diduga karena pengaruh
ramuan tertentu yag disuguhkan kepadanya beberapa saat setelah beliau baru tiba
dari kota Bawakng Basawag. Setelah
kekalahannya itu, Bujakng Nyangkog langsung
pulang ke kota Bawakng Basawag.
Konon, dengan menggunakan kesaktian yang dimilikinya, beliau berhasil mengubah
bentuk tubuhnya menjadi berukuran raksasa yang sangat besar, yang satu langkah
kakinya berjarak dua sampai tiga Pansangod
(bekas ladang) atau sekitar 2–3 hektar.
Ketika
berjalan didekat sebuah bukit, Bujakng
Nyangkog yang masih sangat kesal karena kekalahannya, dengan seketika
langsung menebas puncak bukit itu dengan parang pandat atau parang tangkitn
yang dibawanya, yang juga ikut menjadi berukuran raksasa. Sejak saat itu, oleh
warga Dayak Banyuke (orang Banyadu)
yang tinggal didekat bukit itu yaitu warga kampung Tititareng, Blachan, Sabah,
Berinang Manyun, dan warga kampung Sinto, menyebuti gunung itu dengan nama bukit
“Samalap Pancha” yang artinya “Sebalapan Pancho”, hal ini dilakukan
untuk mengingati peristiwa pertandingan panco antara raja Aria Jampi dengan raja Tampag
Ayog / Payog (Bujakng Nyangkog dari samabue) sehingga mengakibatkan bukit samalap pancha harus menjadi sasaran
amarah Bujakng Nyangkog yang kalah.
Bukit Samalap Panca Yang Telah Menjadi Lahan Perkebunan Sawit |
Setelah
pertandingan panco selesai, Aria Jampi
langsung menikahi Ngatapm Barangan.
Untuk beberapa bulan mereka berdua hidup bahagia, namun suatu saat mereka
sering bertengkar hingga akhirnya mereka bercerai. Setelah bercerai Ngatapm Barangan yang sedang mengandung
anak raja Patih Aria Jampi, kemudian
pergi ke kota bawakng basawag untuk
menemui raja Patih Bujakng nyangkog, yang
ternyata masih senang dan mencintainya, akhirnya mereka berdua menikah.
Setelah
beberapa bulan hidup bersama Bujakng
Nyangkog, akhirnya Ngatapm Barangan
melahirkan anak buah cintanya dengan Aria
Jampi (Ria Jambi), yang oleh mereka dinamai Aria Senadira (Ria Sindir). Setelah Aria Senadira (Ria Sindir) dewasa, beliau
langsung hijrah ke kota Jarikng
tempat raja Patih Aria Jampi (Ria Jambi) ayah
biologisnya tinggal memerintah. Suatu hari beliau akan menggantikan kedudukan
abang tirinya raja Patih Aria Tanding Gora (Ria Tanding) sebagai
raja di kerajaan Satona (Sthanapura).
Konflik Dengan
Kerajaan Bangkule Rajakng (Bahanapura)
Perkawinan
raja Patih Bujakng Nyangkog dengan Ngatapm Barangan melahirkan dua orang
anak laki-laki, mereka adalah Suleg
Sampayakng dan Taguh. Setelah Patih
bujakng nyangkog wafat, dia
digantikan oleh putranya yang bernama Sule Sampayakng. Ketika diangkat menjadi
raja, Suleg Sampayakng mengangkat adiknya
sendiri, yaitu Singa Taguh (Jendral
Teguh) untuk menduduki jabatan Pangalangok
(pemimpin militer) kerajaannya.
Pada
abad 13 masehi, Singa Taguh (Jendral
Teguh) terdepak dari jabatannya. Hal ini terjadi disebabkan oleh kelicikan
istri raja Patih Suleg Sampayakng,
yang sengaja mengadu domba antara raja Patih Suleg Sampayakng dengan adiknya Singa
Taguh (Jendral Teguh). Karena perbuatannya yang mengadu domba antara raja
dan adiknya, maka oleh rakyat kerajaan
Bawakng (Tamaratos), istri raja Patih
Suleg Sampayakng tersebut dijuluki dengan sebuah kalimat peribahasa dalam
bahasa Dayak Bakati, yang berbunyi “Ureg Nyabong Bakute Allo” yang
artinya “pulang menyabung / setelah mengadu-domba berkicaulah burung enggang”. Maksud dari peribahasa tersebut
adalah; bahwa istri raja Patih Suleg
Sampayakng, yang karena kelicikannya, telah berhasil mengadu domba antara
raja Patih Suleg Sampayakng dengan Singa Taguh (Jendral Teguh) adik
kandungnya sendiri, yang pada waktu itu menjadi pejabat Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos).
Kemudian
setelah mengadu domba, istri raja patih Suleg
Sampayakng yang licik tersebut, tampil sebagai seseorang yang sangat patuh,
penurut dan sangat setia kepada raja Patih Suleg
Sampayakng, sehingga didalam kalimat peribahasa itu, ia disebut seperti
burung Alo (Enggang) yang sedang bakute (berkicau), yang selalu mengutarakan
ide atau opini dan menyetujui apapun keputusan yang dibuat oleh raja Patih Suleg Sampayakng. Penggunaan
burung Alo (Enggang) didalam
peribahasa tersebut adalah mengingat burung
Enggang terkenal sebagai burung yang sangat setia.
Sebagai
hasil yang didapatkan dari perbuatannya yang berhasil mengadu domba antara raja
dan adiknya, istri raja Patih Suleg
Sampayakng tersebut kemudian merangkap sebagai pejabat Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos) untuk menggantikan Singa Taguh (Jendral Teguh). Setelah Singa Taguh (Jendral Teguh) terdepak dari jabatan Pangalangok (Pemimpin Militer), ia
mengasingkan diri ke hulu Batangan Salako
(Sungai Selakau), yang kelak pemukimannya itu menjadi kampung Batangan Raya atau Tang Raya atau Sungei Raya
Kecamatan Sungei betung dimasa sekarang.
Pada
waktu Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaan
Bawakng (Tamaratos) dijabat oleh istri raja Patih Suleg Sampayakng
tersebut, tidak berapa lama kemudian terjadi perang antara kerajaan Bawakng (tamaratos) dengan kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng). Penyebab
terjadinya perang kerajaan Bawakng
(Tamaratos) dengan kerajaan Bahanapura
(Bangkule Rajakng) adalah karena pihak kerajaan Bawakng (Tamaratos) yang menentang keras terhadap perubahan adat-istiadat
Dayak warga Dinasti Bawakng (Adat orang Bakati,
orang Banyadu dan orang Bananag). Pada waktu itu Dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang
Dinasti Bawakng) yang berfungsi sebagai mediator (penengah / pelerai) pada
setiap konflik yang melibatkan para penguasa kerajaan Bawakng dan kerajaan
turunannya sudah bubar, sehingga konflik
bersenjata tak terelakan.
Bermaksud
untuk menghukum pihak kerajaan Bahanapura
(Bangkule Rajakng), tentara kerajaan Bawakng
(Tamaratos) melakukan penyerangan ke kota Bahana, dibawah pimpinan raja Patih Suleg Sampayakng bersama istrinya
yang merangkap sebagai Pangalangok
(Pemimpi Militer) kerajaannya, yang disebut dalam bahasa
Dayak Bakati dengan julukan Singa Ureg Nyabong Bakute Allo (Jendral
pulang menyabung / mengadu-domba berkicaulah burung enggang), namun
serangan tersebut dapat dihadapi oleh tentara kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng).
Pada
peperangan itu, raja Patih Suleg
Sampayakng dan Pangalangok (Pemimpin
Militer) kerajaannya Singa Ureg
Nyabong Bakute Alo (Jendral pulang menyabung / mengadu domba berkicaulah burung
enggang) tewas terbunuh. Kematian mereka menyebabkan kerusuhan terjadi di
kota Bawakng Basawag. Pada waktu itu,
penduduknya yaitu orang Dayak Bakati dan Dayak Kanyatan (orang Bananag) saling
berperang, akibatnya kota Bawakng Basawag
hancur lebur dan akhirnya ditinggalkan. Seluruh penduduknya kemudian pergi
meninggalkan kota yang hancur itu untuk membangun pemukiman-pemukiman baru yang
jauh dari lokasi kota Bawakng Basawag.
Setelah
raja Patih Suleg Sampayakng
meninggal, kemudian adiknya Singa Taguh
(jendral Teguh) yang dahulu adalah mantan Pangalangok (pemimpin militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos), diangkat untuk menjadi raja menggantikan Suleg Sampayakng. Pada waktu Patih Taguh berkuasa,
pusat pemerintahannya berada di Batangan
Raya alias Batang Raya alias Tang Raya alias Sungei Raya kecamatan Sungei
Betung dimasa sekarang. Setelah
Patih Taguh yang tidak memiliki anak
meninggal dunia, kerajaan Bawakng
(Tamaratos) tidak memiliki penerus lagi, sehingga langsung runtuh.
Berikut Adalah Daftar Kerajaan Yang Para
Pendirinya Merupakan Keturunan Dinasti Kerajaan
Bawakng (Tamaratos):
1.
Kerajaan
Keokng Kanakng (Tiong Kandang).
Ini
adalah kerajaan milik Dayak Mali (Orang Ba’aye). Ibukota awal adalah kota
Tiong Kandang, yang bekas lokasinya
masuk wilayah kecamatan Batang Tarang
Kabupaten Sanggau sekarang.
2. Kerajaan Satona (Sthanapura)
Ini
adalah kerajaan milik Dayak Banyuke (Orang Banyadu), yang didirikan oleh Patih Lubish. Ibukota awal adalah kota Banyuke, yang masuk wilayah Desa Samade,
kecamatan Banyuke Hulu Kabupaten Landak sekarang. Kemudian ibukota terakhir
bernama Jarikng (Jengkol) yang masuk wilayah
Desa Setolo Kecamatan Menyuke Darit, Kabupaten Landak sekarang.
3.
Kerajaan
Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim)
Ini
adalah kerajaan milik Dayak Bakati Utara, yang didirikan oleh Patih Jaek. Ibukota awal adalah kota Barangan.
4. Kerajaan Bahanapura
(Bangkule Rajakng)
Ini
adalah kerajaan milik Dayak Kanayatn (Orang Bananag) Barat, yang didirikan oleh
Patih Ramaga anak Balo Tanang. Ibukota awal adalah kota Bahana, yang masuk wilayah kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten
Landak dimasa sekarang. Dan Ibukota dimasa sekarang adalah kota Mempawah yang sekaligus sebagai ibukota Kabupaten
Mempawah sekarang.
5. Kerajaan Ango Talaga (Sangah
Tumila)
Ini
adalah kerajaan milik Dayak Kanayatn (Orang Bananag) Timur, yang didirikan oleh
Patih Paramula (Tagag Tamula). Ibukota
awal bernamn Tajur Tangkadi dan
ibukota terakhir bernama Mototn Sisara,
yang kedua-duanya masuk wilayah Kecamatan Sengah temila, Kabupaten Landak
dimasa sekarang.
Berikut Adalah Daftar
Nama Raja-Raja Bawakng (Tamaratos) Yang
Diketahui:
1. Patih Butag Bawakng (abad 2 SM)
2. Patih Sapeg Tapakng Page (abad 2-1 SM)
3. Patih Kambang Putih Ochok Bawakng (abad 1 SM)
4. Patih Kambang Rampaga (abad 1 SM – abad 1 M)
5. Patih Salopo Dama (abad 1 M)
6. Patih Sanyala (abad 1-2 M)
7. Patih Shirug
(abad 2 M)
8. Tidak
Diketahui (abad 2 M)
9. Tidak
Diketahui (abad 3 M)
10. Tidak Diketahui (abad 3 M)
11. Patih Sapangko
(abad 4 M)
12. Patih Sakotokng Gonong (abad 4 M)
13. Patih Nyado (abad 5 M)
14. Patih Lejak (abad 5 M)
15. Patih Santak Matuano (abad 6 M)
16. Patih Bujakng Nyangkog Dama (abad 6-7 M)
17. Patih Bujakng Pabaras (abad 7 M)
18. Patih Saikng Sampit (abad 7-8 M)
19. Patih Sansak Barinas (abad 8 M)
20. Patih Borog Bagagar (abad 8-9 M)
21. Patih Borog Layu (abad 9 M)
22. Patih Bunsug Santalakngan (abad 9 M)
23. Patih ropog (abad 9-10 M)
24. Patih Matuano / Mantoari (abad 10 M)
25. Patih Rampunun (abad 10 M)
26. Patih Langi (abad 11 M)
27. Patih Ramaga anak Langi (abad 11 M)
28. Patih Baniamas (Abad 12)
29. Patih Maniamas (abad 12-13 M)
30. Patih Payog / Bujakng Nyangkog Samabue (Abad 13
M)
31. Patih Suleg Sampayakng (Abad 13 M)
32. Patih Taguh (Abad 13-14 M)
Mohon maaf min,tapi kok mengapa kanayatn di sini terlepas dari sejarah Tangkitn, dedangkan dimana-mana orang tau bahwa tangkitn juga ada di Sub-Kanayatn.
BalasHapusMohon diperjelas...sejelas-jelasnya.
Thanks
Secara etimologi (asal kata) Tangkitn= Tangkadasan kin (pemennggalan ku / alat penggal milikku), Pandat= uPAN aDAT (parang dari adat / budaya lokal), Lansa' = LAlapm ANSA' (Lalai di asah) karena Tangkitn yg telah memotong kepala, darah korban yang menempel pada Tangkitn selalu dipamerkan, sehingga menjadi kebanggaan bagi sang pengayau, dibiarkan sampai mengering, hingga sipemilik lupa merawat Tangkitnnya,termasuk mengasahnya, begitulah awal mula sebutan LANSA' terbentuk. Karena semua asal kata sebutan Tangkitn itu, kosakata rumpun Dayak Bidayuhik, maka sudah pasti asal awalnya dari daerah berbahasa Bidayuhik, dan Pusat peradaban kita yang tertua, khusus nya kalbar bagian barat adalah Banua / kerajaan Bawang, maka wilayah asal bahasa sub Bidayuhik yang menjadi asal istilah atau sebutan untuk parang Tangkitn itu sudah jelas adalah dari Bakati dan Banyadu, dan dari sana Tangkitn menyebar keseluruh kalbar barat dan Sarawak barat. Termasuk ke orang bananag / kanayatn. Sebagai tambahan, kadang-kadang Tangkitn juga disebut JANOKNG. Istilah JANOKNG digunakan untuk menyebutkan semua senjata tajam yang berukuran lebih besar dan lebih panjang, termasuk Tangkitn yang besar dan agak panjang. JANOKNG istilah yang berasal dari penyingkatan kata "Janawe Agokng", yaitu dua buah kosakata dalam bahasa Dayak yang diserap dari bahasa Sansekerta "Jenawi Agung" yang berarti " senjata tajam yang berukuran lebih panjang dan besar".
Hapus