Sabtu, 03 Juni 2017

Kerajaan Bawakng




Kerajaan Bawakng (Tamaratos) alias kerajaan Bengkayang kuno adalah sebuah kerajaan milik masyarakat Dayak bakati bagian selatan. Sekitar abad ke-15 sebelum masehi, warga suku Dayak Bakati telah bermukim disekitar kawasan gunung Bawakng (Buah). Karena kegiatan peladangan berpindah yang menyebabkan mereka menyebar ke kawasan gunung Bawakng yang sangat subur. Dayak Bakati adalah salahsatu subsuku Dayak Bidayuh yang menggunakan dialek Bakati. Dayak ini menempati wilayah kabupaten Bengkayang, kabupaten sambas dan bagian barat Sarawak.


Selain karena berladang, banyaknya buah-buahan tropis yang tumbuh subur di kawasan gunung Bawakng, juga merupakan alasan bagi orang Bakati untuk menempatinya. Oleh karena hal itu pula, maka kemudian mereka menamai gunung tersebut dengan nama “Bawakng”. Ini adalah kosakata yang berasal dari bahasa rumpun Dayak Bidayuhik kuno, sebelum memakai sebutan “buah”, yang merupakan kata serapan pengganti “bawakng”, yang berasal dari bahasa orang Bananag (Dayak Kanayatn).

Didirikan Oleh Butag Bawakng Dan Istrinya Dara Elad
Kerajaan Bawakng adalah sebuah kerajaan Dayak purba yang berbentuk non-feodal. Kerajaan ini didirikan oleh Butag Bawakng dengan istrinya Dara Elad. Sesuai dengan adat lama bangsa Dayak bahwa apabila pada sebuah komunitas masyarakat Dayak yang terdapat pada suatu wilayah, kemudian diantara mereka terdapat salahsatu keluarga yang mempunyai sebanyak tujuh orang anak, dari anak yang pertama sampai anak yang ketujuh memiliki jenis kelamin yang sama, maka ayah dari ketujuh orang anak yang berjenis kelamin sama tersebut harus diangkat menjadi raja.

Demikian juga dengan apa yang terjadi terhadap Butag Bawakng dan istrinya Dara Elad, yang mempunyai tujuh orang anak yang berjenis kelamin sama tersebut. Ketujuh orang anak anak Butag Bawakng dengan istrinya Dara Elath yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki tersebut adalah; Sapeg Tapakng Page, Saer Burutn Tangang, Pangek Kijakng Boho, Singa Burutn Page, Saboto Alo Lonokng, Tupe Lagag Lumukng dan Tokes Togakng Tagukng.

Setelah istri Butag Bawakng melahirkan anak yang ketujuh, yang juga berjenis kelamin laki-laki, maka oleh warga yang tinggal disekitar gunung Bawakng mengangkat ayah ketujuh orang anak laki-laki tersebut menjadi raja pertama di wilayah gunung Bawakng, yang di-sahkan melalui sebuah prosesi adat yang berlaku. Karena wilayah mereka tinggal disekitar gunung Bawakng, maka kerajaan mereka dinamai “kerajaan Bawakng” dengan ibukota bernama Bawakng Basawag. Sebutan “bawakng” dalam bahasa Dayak Bidayuhik kuno bearti “buah”, dan sebutan “basawag” bearti “bertahun atau bertahunan”, jadi bawakng basawag bearti buah bertahunan, hal ini disebabkan karena kota bawakng basawag merupakan kota yang mempunyai hasil buah sepanjang tahun.  

Beberapa contoh kosakata lain yang memiliki hubungan dengan kata “bawakng” adalah pada kata “mawakng” yaitu singkatan dari kata “masupm” dan “bawakng” artinya “masam buah atau buah yang masam”. Kata mawakng digunakan untuk menamai salahsatu buah asam yang tumbuh subur diwilayah gunung bawakng yaitu asam mawakng.

Selain itu ada pada kata “tamawakng” versi Dayak Banyadu dan Dayak Bakati atau “timawakng” versi Bananag Kanayatn, kata ini terbentuk dari kata “tamao” versi Dayak Bakati atau “tamakng” versi Dayak Banyadu atau “timakng  versi Dayak Bananag Kanayatn, kata ini bearti “Pemukiman atau perkampungan” dan kata “bawakng” dalam bahasa Dayak Banyadu kuno dan Dayak Bakati kuno yang bearti “buah”. Jadi secara harafiah kata “tamawakng” bearti “pemukiman buah”. Namun demikian, makna luas dari kata ini adalah untuk menyebuti “bekas pemukiman atau perkampungan yang telah ditanami dengan berbagai macam buah khas kalimantan”.

Bangsa Eropa mengenal kerajaan Bawakng dengan nama TAMARATOS, yang bearti BUAH CEMPEDAK. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kerajaan Bawakng dinamakan dengan BAWAKNG adalah disebabkan oleh lokasi dari ibukota kerajaannya yaitu BAWAKNG BASAWAG yang terletak di lingkungan pegunungan Bawakng, yang mana sepanjang tahun, kota Bawakng Basawag selalu menghasilkan berbagai macam bebuahan tropis khas pulau Dayak (Kalimantan), termasuklah diantaranya adalah BUAH CEMPEDAK.

Jadi sangat mungkin bahwa dahulu ketika kerajaan Bawakng masih eksis, orang-orang asing yang sempat singgah di kota Bawakng Basawag, melihat ketika musim buah tiba, bebuahan yang sangat melimpah, yang dapat ditemui di kota Bawakng Basawag adalah “buah cempedak”, maka oleh sebab itu kemudian mereka menyebuti kota Bawakng Basawag dan kerajaan Bawakng dengan sebutan TAMARATOS (buah cempedak).

Setelah raja Patih Butag Bawakng meninggal dunia, beliau digantikan oleh anaknya yang bernama Sapeg Tapakng Page. Sementara anak-anaknya yang lain diutus untuk menjadi pemimpin warga Dayak yang tinggal jauh dari kerajaan Bawakng. Saer Burutn Tangang diutus untuk menjadi pemimpin orang Banyadu (Dayak Banyuke) yang tinggal disepanjang aliran sungai Banyuke. Pangek Kijakng Boho (Pangek Kijakng Dari) diutus untuk menjadi pemimpin orang Bananag (Dayak Kanayatn) yang tinggal dipesisir pantai Barat Kalimantan Barat. Singa Burutn Page (Singa Bulu Page) diutus untuk menjadi pemimpin orang Balangin.

Saboto Alo Lonokng diutus untuk menjadi pemimpin masyarakat Dayak Mali yaitu orang Ba’aye, Bamaag dan orang ribun disekitar gunung Keokng-Kanakng (Tiong Kandang). Tupe Lagag Lumukng diutus untuk menjadi pemimpin Dayak Bidayuh yaitu orang sungkung, tengon dan orang suti yang tinggal disekitar gunung Niut, untuk meneruskan pemerintahan kerajaan Sinjang (Sikukng). Dan yang terakhir yaitu Tokes Togakng Tagukng diutus untuk menjadi pemimpin orang Benadai (Dayak Majang / iban) di Sarawak.

Setelah raja Sapeg Tapakng Page meninggal dunia, kekuasaan beliau diganti oleh anaknya, Kambang Putih Ochok Bawakng. Kemudian setelah raja Kambang Putih Ochok Bawakng meninggal dunia, beliau diganti oleh anaknya, raja Kambang Rempaga. Setelah Kambang Rempaga berkuasa, penggantinya berturut-turut dikuasai oleh anak dan cucunya yakni raja Salopo Dama dan raja Sanyala.

Suatu saat sekitar abad 5 Masehi, masyarakat Dayak Kanayatn yang merupakan Dayak yang mayoritas tinggal di pesisir pantai barat Kalimantan kemudian mulai berdatangan dan tinggal di kota Bawakng Basawag ibukota kerajaan Bawakng (Tamaratos). Di kota Bawakng Basawag mereka bersama warga Dayak Bakati mengembangkan budaya Dayak, termasuk diantaranya adalah pembentukkan beberapa hukum adat lama yang sama.

Baik warga Dayak Bakati maupun warga Dayak kanayatn yang tinggal di kota Bawakng Basawag, masing-masing beranak-pinak hingga suatu saat kota Bawakng Basawag menjadi sangat ramai penduduknya. Akibatnya, bahasa yang digunakan juga menjadi dwi-bahasa, hal ini disebabkan oleh orang Kanayatn yang tidak mau mengalah untuk menggunakan bahasa Bakati.

Pada waktu Dayak kanayatn mulai berdatangan ke kota Bawakng Basawag, kerajaan Bawakng (Tamaratos) diperintahkan oleh raja Sapangko. Mereka menyebuti negeri Bawakng sebagai “nagari Sapangko nagari subayatn” yang artinya “negeri raja Sapangko adalah negeri surgawi”. Hal ini dikarenakan ketika raja Sapangko berkuasa adalah masa dimana kerajaan Bawakng (Tamaratos) mulai jaya dan masyur laksana surga. Setelah raja Sapangko wafat, kemudian beliau digantikan oleh anak-cucunya, hingga sampailah kepada keturunannya yang bernama Sakotokng Gonong. Pernikahan antara raja Sakotokng Gonong dengan istrinya Dara Amod Raya (Antu Raya) melahirkan Rampunutn.

Raja Patih Rampunutn penerusnya kemudian menikah dengan anak neneng (kakek) Galeber yang bernama Mansero (berbinar), perkawinan mereka melahirkan; Langi, Guroro, Sabag, Bubud dan Saunteg. Setelah raja Patih Rampunutn wafat, beliau digantikan oleh putra pertamanya yang bernama Langi. Kemudian raja Patih Langi menikah dengan istrinya yang bernama Sobatn, mereka melahirkan Ramaga, Jaro, Mongkog, Mudat, Tampukng, Uma-umang dan Uid-uid.

Setelah raja Patih Langi mangkat, kemudian beliau digantikan oleh putra tertuanya yang bernama Ramaga. Suatu saat raja Patih Ramaga anak raja Patih Langi menikah dengan istrinya yang bernama Ramanikng (anting-anting), selama perkawinan mereka, istrinya melahirkan lima orang anak, mereka adalah; Salujatn, Salopo anak Rumaga anak langi, Dara Amutn (dara embun), buratn banta (Bulan purnama) dan Baniamas (benih-emas).

Konflik Dengan Kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) Dan Pembentukan Dewan Panungkakng Bawakng (Dewan Penunjang Dinasti Bawakng)       
Ketika dewasa, pangeran Baniamas (Benih Emas) menggantikan kedudukan ayahnya untuk menjadi raja Bawakng. Setelah diangkat menjadi raja penguasa kerajaan Bawakng (Tamaratos), kemudian Patih Baniamas bermaksud ingin melamar dua orang gadis cantik putri raja penguasa kerajaan Sungkung yang kembar siam, yang bernama Pantar Buratn, yang tubuh mereka berdempet sedikit pada sisi samping pinggang. Namun pada saat yang sama, raja kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) yang bernama Tongkor Labatn (Tunggul kayu Laban), juga berkeinginan untuk melamar Pantar Buratn. Untuk merebut Pantar Buratn, kedua raja tersebut masing-masing mengerahkan tentaranya hingga perang tak terelakan.

Mengingat kerajaan Bawakng (Tamaratos) dan kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) adalah dua kerajaan yang bersaudara, yang mana pendiri kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) juga merupakan menantu raja terdahulu di kerajaan Bawakng (Tamaratos), maka untuk melerai peperangan yang telanjur terjadi, Singa Shanga yaitu seorang panglima perempuan mendatangi lokasi peperangan, disana beliau berhasil mendamaikan pasukan tentara kedua kerajaan yang sedang berperang tersebut.

Dengan kekuatan ilmu sihirnya, Singa Shanga kemudian memisahkan kedua tubuh Pantar Bulan yang berdempet sedikit disebelah sisi pinggang mereka. Setelah terpisah Pantar Buratn Keba (kiri) menikah dengan raja Baniamas (Benih Emas) dan Pantar Buratn Santaog (kanan) menikah dengan raja Tongkor Labatn (Tunggu Kayu Laban). Perkawinan antara raja Patih Baniamas (Benih Emas) dengan Pantar Buratn Keba melahirkan tiga orang anak, mereka adalah; Putri Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram), Borog Balla (Buluh Kuning) dan Maniamas (Bermandikan Emas). Pada saat anak bungsu raja Patih Baniamas (Benih Emas) lahir, pihak istana kerajaan Bawakng (Tamaratos) menjadi semakin kaya raya, karena oleh hal itu pula, kemudian anak bungsunya dinamai Mamuamas (mandi Emas) menurut versi Dayak Bakati dan versi Dayak Banyadu, atau Maniamas (Mandi Emas) menurut versi Dayak Bananag Kanayatn.

Sejak perang perebutan dua gadis kembar siam itulah raja kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) yang bernama Patih Tongkor Labatn (tunggul kayu laban) tersebut mulai disebut dengan julukan Patih Marabatn Ampor, yang bearti seorang “Patih yang membawa kehancuran atau keretakan”. Hal ini terjadi disebabkan oleh ulahnya yang nekat untuk bersaing dengan pamannya sendiri yaitu raja Patih Baniamas (Benih Emas) untuk memperebutkan Pantar Buratn. Jadi, ulah “nekat” Patih Tongkor Labatn (Tunggul Kayu Laban) itulah yang menyebabkan hubungan antara kerajaan Bawakng (Tamaratos) dan kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) menjadi retak, sehingga menyebabkan raja Patih Tongkor Labatn (Tunggul Kayu Laban) dijuluki MARABATN (membawa) AMPOR (hancur / retak) tersebut.

Setelah Konflik antara kerajaan Bawakng (Tamaratos) dan kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim) dapat dileraikan, kemudian sebagian para bangsawan di kerajaan Bawakng (Tamaratos) bersepakat untuk membentuk sebuah dewan khusus yang bertugas untuk menjadi mediator (penengah / pelerai) apabila konflik diantara kerajaan-kerajaan turunan kerajaan Bawakng (Tamaratos) terjadi lagi dikemudian hari.

Menurut versi Dayak Bakati, dewan ini disebut Panungkat Bawakng (Penongkat Dinasti Bawakng). Sementara menurut versi Dayak Banyadu dan Dayak Kanayatn, dewan tersebut bernama Dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti Bawakng). Pembentukan dewan Panungkakng Bawakng ini dikomandoi oleh Pangeran Salopo, yakni salahsatu kakak kandung raja Baniamas (Benih Emas). Namun dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti Bawakng) tersebut tidak bertahan lama, karena hanya eksis sekitar setengah abad saja, setelah itu dewan tersebut dibubarkan.

Kerajaan Bawakng (Tamaratos) adalah salahsatu kerajaan besar di Kalimantan bagian barat. Beberapa tahun setelah raja Patih Ramaga anak raja Patih Langi berkuasa, kerajaan Bawakng (Tamaratos) makin jaya, bahkan hasil buminya yang berupa emas mulai ditambang, hal itulah yang menjadi penyebab ketika anak bungsunya lahir, anaknya itu diberi nama Baniamas, yang bearti “Benih Emas”. Biji-biji emas tersebut banyak ditambang dihulu sungai Salako dan hulu Batangan Bakati (Sungai Sambas / Sungai Sebalo). Kamakmuran yang diraih oleh kerajaan Bawakng (Tamaratos) semakin meningkat ketika raja Patih Baniamas (Benih Emas) berkuasa, hal ini semakin membuat kerajaan Bawakng (Tamaratos) menjadi semakin masyur. Karena itu, banyak orang dari berbagai daerah dipulau kalimantan yang mendatangi kota bawakng basawag ibukota kerajaan Bawakng (Tamaratos).

Sebuah game tradisional yang sangat terkenal dan sering diselenggarakan di bawakng basawag adalah “pangka gasikng”. Kata ini dalam bahasa Dayak dibentuk dari kata “pangka” yang bearti “bentur” kemudian kata “gasikng” yang dibentuk dari kata “pagas” yang bearti “pegas” yaitu aksi menarik kembali tali ke arah dalam atau pelempar, setelah tali yang berisi buah gasing tersebut dilempar ke arah luar, ini seperti aksi dan reaksi terhadap sebuah “per”.  Lalu diikuti oleh kata “pusikng  yang bearti “pusing atau putar”. Jadi kata “pangka gasikng” bearti “permainan pembenturan antar benda yang dipegas sehingga menjadi berputar”. Seringkali pesta pertandingan pangka gasikng juga diikuti oleh para pangeran kerajaan Bawakng (Tamaratos), sehingga menjadikan kota Bawakng Basawag semakin terkenal.

Pada suatu waktu di kota Bawakng Basawag diadakan pertandingan Pangka Gasikng yang pesertanya mengikut-sertakan raja dan para bangsawan kerajaan Bawakng (Tamaratos). Pada pesta penyelenggaraan pertandingan pangka gasikng tersebut, salahsatu Pangeran dari kerajaan Panggau Libau (Wijayapura / Puchavarao) datang ke kota Bawakng Basawag sebagai wakil dari kerajaan Panggau Libau / Wijayapura (Puchavaraountuk mengikuti pertandingan tersebut. Nama Pangeran dari kerajaan Panggau Libau (Wijayapura / Puchavarao) tersebut adalah Nyiur Gadikng (kelapa gading), beliau adalah salahsatu putra Patih Laja yaitu raja yang berkuasa di kerajaan Panggau Libau (Wijayapura / Puchavarao) milik Dayak Iban di DAS sungai Rajang Sarawak.

Setelah menceraikan istrinya Seputin Dara Sabayan (Sabatin), yang terkenal sebagai seorang perempuan tukang sihir yang sangat hebat di wilayah kerajaan Panggau Libau / Wijayapura (Puchavarao). Nyiur Gadikng mendatangi kota Bawakng Basawag dengan membawa benih Ansabi (sawi Dayak), benih Arupm (bayam Dayak), benih mentimun dan benih Nyore (sorgum) untuk memperkenalkannya kepada penduduk kota Bawakng Basawag agar mengembang-biakannya.

Pada saat Nyiur Gadikng (kelapa gading) mengikuti pertandingan “Pangka Gasikng” melawan raja Baniamas (Benih Emas) dan kakaknya pangeran Salujatn, putri sulung raja Baniamas (Benih Emas) yang bernama Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram) ikut menonton pertandingan tersebut. pada saat itulah Nyiur Gadikng jatuh cinta dengan putri Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram).

Kemudian Nyiur Gading (kelapa gading) melamar putri Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram)  kepada raja Baniamas (Benih Emas) dan di setujui, setelah itu mereka langsung dinikahkan. Pernikahan antara Nyiur Gading (Kelapa Gading) dengan putri Balo Tanang (Cahaya Tenang / Cahaya Temaram) melahirkan dua orang anak, mereka adalah; Mitha yang berjenis kelamin perempuan, kemudian seorang anak laki-laki yang diberi nama sama seperti nama almarhum kakeknya, yaitu Ramaga. Kelak putra mereka yang bernama Ramaga putra Balo Tanang itulah yang akan mendirikan kerajaan Bahana Pura (Bangkule Rajakng) sebagai cikal-bakal kerajaan mempawah, di kota Bahana  yang terletak didaerah kota Karangan dimasa sekarang.

Setelah raja Baniamas (Benih Emas) meninggal dunia, beliau digantikan oleh anak bungsunya yang bernama Maniamas (Bermandikan Emas). Maniamas menikah dengan Dayakng Ganilatn melahirkan Tampag Ayog atau disingkat Payog, Tongga alias Langga  dan Garangsi Tunggal. Anak mereka yang bernama Garangsi Japu Tunggal, terlahir memiliki tubuh besar seperti abang kandungnya Tampa Ayog (Payog), hanya saja Garangsi Japu Tunggal memiliki kelainan, dimana giginya hanya terdapat satu biji yang berukuran besar dan lebar. Karena ia bertubuh besar dan memiliki gigi tunggal dan berpenampilan buruk rupa, kemudian ia dinamakan Garangsi Japu Tunggal (raksasa buruk bergigi tunggal).

Setelah raja Patih Maniamas (Bermandikan Emas) meninggal dunia, kemudian beliau diganti oleh anaknya yang bernama Tampag Ayog. Nama Tampag Ayog atau disingkat Payog dari bahasa Dayak Bakati yang memiliki arti “memang sangat besar”, hal ini disebabkan oleh tubuhnya pada saat lahir lebih besar dari ukuran rata-rata bayi normal di jamannya.

Dimasa mudanya, Payog banyak menghabiskan waktunya untuk bertapa digunung Samabue di daerah kota Banyalitn (Menjalin) pada masa sekarang. Setelah selesai bertapa, dia menjadi sangat sakti dan langsung pulang ke kota Bawakng Basawag. Karena kesaktian yang dimilikinya, kemudian membuatnya menjadi angkuh dan sombong, sehingga apapun yang diingininya, harus dituruti bahkan sekalipun apa yang diingininya itu adalah sesuatu yang telah menjadi hak milik orang lain.

Karena perangainya yang gemar mengklaim hak milik orang lain menjadi miliknya, Maka oleh rakyat kerajaan Bawakng (Tamaratos), pangeran Tampag Ayog (Payog) kemudian dijuluki “bujakng Panyangkog” atau disingkat “bujakng nyangkog”. Sebutan ini berasal dari bahasa Dayak, baik dari bahasa rumpun Dayak Bidayuhik barat maupun dalam bahasa rumpun Dayak Kanayatnik Utara, yaitu berasal dari kata “bujakng” yang bearti “bujang atau pangeran” dan kata “panyangkog”  yang disingkat “Nyangkog” yang bearti “pengklaim”. Jadi, Bujakng Nyangkog bearti “Pangeran Pengklaim”, namun untuk membedakannya dengan Bujakng Nyangkog yang terdahulu, yaitu julukan yang pernah diberikan kepada leluhurnya yang pernah berkuasa menjadi raja di kerajaan Bawakng terdahulu, maka julukan bujakng nyangkog pada Payog ditambah menjadi “bujakng Nyangkog dari Samabue” karena mengingat Samabue adalah nama bukit tempat dimana beliau pernah bertapa dahulu.

Konflik Dengan Kerajaan Satona (Sthanapura)
Suatu saat raja Patih Bujakng Nyangkog dari samabue berseteru dengan raja Patih Ria Jambi (bahasa sanskerta: Aria Jampi) yaitu penguasa kerajaan Satona (Sthanapura) yang pada waktu itu ibukotanya tidak lagi di kota Banyuke (Desa Samade) di Kecamatan Banyuke Hulu Kabupaten Landak sekarang, tetapi telah pindah ke kota Jarikng (Desa Setolo) yang terletak di dekat Darit ibukota Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak dimasa sekarang. Kerajaan ini milik orang Banyadu, karena mengingat pada waktu itu orang Banane atau Dayak Kanayatn Darit belum terbentuk.

Perseteruan itu disebabkan oleh keduanya yang memperebuti seorang gadis cantik yang bernama Ngatapm Barangan (Ngatapm dari kota Barangan) yaitu adik perempuan almarhum raja Patih Ummug Arakng (Nek Riuh) dari kerajaan Bantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim). Pada waktu itu Raja Patih Bujakng Nyangkog telah mengerahkan tentaranya untuk mendatangi kota Jarikng, namun para tentara kerajaan Bawakng tersebut dihadang oleh pasukan Panungkakng Bawakng (Dewan Penunjang Dinasti Bawakng), dan mereka diberi pengertian bahwa antara kerajaan Bawakng dan kerajaan Satona (Sthana Pura) adalah dua kerajaan yang “Bapangka Batis (Bertabrakan Betis)”, maksudnya adalah bahwa antara kerajaan Bawakng (Tamaratos) dan kerajaan Satona (Sthanapura) adalah bersaudara atau satu keturunan. Kemudian pasukan Bawakng tersebut diminta untuk pulang kembali ke kota Bawakng Basawag.

Setelah menghadang pasukan tentara kerajaan Bawakng (Tamaratos), pasukan dewan Panungkakng Bawakng tersebut menemui Raja Bujakng Nyangkog dan meminta beliau membatalkan niatnya untuk kembali mengerahkan tentaranya. Kemudian para sesepuh Dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti Bawakng) membuat kesepakatan kepada raja Bujakng Nyangkog dan raja Aria Jampi untuk mengadakan pertandingan pancha (panco), dengan syarat tidak boleh menggunakan kekuatan gaib yang dimiliki masing-masing, dan kepada siapapun yang akan menang diperbolehkan untuk menikahi ngatapm Barangan.

Akhirnya hari pertandingan yang ditentukan itu tiba, tempatnya di istana rumah panjang kota Jarikng. Ketika bertanding Panco, bujakng nyangkog kalah telak oleh kekuatan otot Aria Jampi. Kekalahan Bujakng Nyangkog diduga karena pengaruh ramuan tertentu yag disuguhkan kepadanya beberapa saat setelah beliau baru tiba dari kota Bawakng Basawag. Setelah kekalahannya itu, Bujakng Nyangkog langsung pulang ke kota Bawakng Basawag. Konon, dengan menggunakan kesaktian yang dimilikinya, beliau berhasil mengubah bentuk tubuhnya menjadi berukuran raksasa yang sangat besar, yang satu langkah kakinya berjarak dua sampai tiga Pansangod (bekas ladang) atau sekitar 2–3 hektar.

Ketika berjalan didekat sebuah bukit, Bujakng Nyangkog yang masih sangat kesal karena kekalahannya, dengan seketika langsung menebas puncak bukit itu dengan parang pandat atau parang tangkitn yang dibawanya, yang juga ikut menjadi berukuran raksasa. Sejak saat itu, oleh warga Dayak Banyuke (orang Banyadu) yang tinggal didekat bukit itu yaitu warga kampung Tititareng, Blachan, Sabah, Berinang Manyun, dan warga kampung Sinto, menyebuti gunung itu dengan nama bukit “Samalap Pancha” yang artinya “Sebalapan Pancho”, hal ini dilakukan untuk mengingati peristiwa pertandingan panco antara raja Aria Jampi dengan raja Tampag Ayog / Payog (Bujakng Nyangkog dari samabue) sehingga mengakibatkan bukit samalap pancha harus menjadi sasaran amarah Bujakng Nyangkog yang kalah.  
Bukit Samalap Panca Yang Telah Menjadi Lahan Perkebunan Sawit

Setelah pertandingan panco selesai, Aria Jampi langsung menikahi Ngatapm Barangan. Untuk beberapa bulan mereka berdua hidup bahagia, namun suatu saat mereka sering bertengkar hingga akhirnya mereka bercerai. Setelah bercerai Ngatapm Barangan yang sedang mengandung anak raja Patih Aria Jampi, kemudian pergi ke kota bawakng basawag untuk menemui raja Patih Bujakng nyangkog, yang ternyata masih senang dan mencintainya, akhirnya mereka berdua menikah.

Setelah beberapa bulan hidup bersama Bujakng Nyangkog, akhirnya Ngatapm Barangan melahirkan anak buah cintanya dengan Aria Jampi (Ria Jambi), yang oleh mereka dinamai Aria Senadira (Ria Sindir). Setelah Aria Senadira (Ria Sindir) dewasa, beliau langsung hijrah ke kota Jarikng tempat raja Patih Aria Jampi (Ria Jambi) ayah biologisnya tinggal memerintah. Suatu hari beliau akan menggantikan kedudukan abang tirinya raja Patih Aria Tanding Gora (Ria Tanding) sebagai raja di kerajaan Satona (Sthanapura).

Konflik Dengan Kerajaan Bangkule Rajakng (Bahanapura)
Perkawinan raja Patih Bujakng Nyangkog dengan Ngatapm Barangan melahirkan dua orang anak laki-laki, mereka adalah Suleg Sampayakng dan Taguh. Setelah Patih bujakng nyangkog wafat, dia digantikan oleh putranya yang bernama Sule Sampayakng. Ketika diangkat menjadi raja, Suleg Sampayakng mengangkat adiknya sendiri, yaitu Singa Taguh (Jendral Teguh) untuk menduduki jabatan Pangalangok (pemimpin militer) kerajaannya.

Pada abad 13 masehi, Singa Taguh (Jendral Teguh) terdepak dari jabatannya. Hal ini terjadi disebabkan oleh kelicikan istri raja Patih Suleg Sampayakng, yang sengaja mengadu domba antara raja Patih Suleg Sampayakng dengan adiknya Singa Taguh (Jendral Teguh). Karena perbuatannya yang mengadu domba antara raja dan adiknya, maka oleh rakyat kerajaan Bawakng (Tamaratos), istri raja Patih Suleg Sampayakng tersebut dijuluki dengan sebuah kalimat peribahasa dalam bahasa Dayak Bakati, yang berbunyi Ureg Nyabong Bakute Allo” yang artinya “pulang menyabung / setelah mengadu-domba berkicaulah burung enggang. Maksud dari peribahasa tersebut adalah; bahwa istri raja Patih Suleg Sampayakng, yang karena kelicikannya, telah berhasil mengadu domba antara raja Patih Suleg Sampayakng dengan Singa Taguh (Jendral Teguh) adik kandungnya sendiri, yang pada waktu itu menjadi pejabat Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos).

Kemudian setelah mengadu domba, istri raja patih Suleg Sampayakng yang licik tersebut,  tampil sebagai seseorang yang sangat patuh, penurut dan sangat setia kepada raja Patih Suleg Sampayakng, sehingga didalam kalimat peribahasa itu, ia disebut seperti burung Alo (Enggang) yang sedang bakute (berkicau), yang selalu mengutarakan ide atau opini dan menyetujui apapun keputusan yang dibuat oleh raja Patih Suleg Sampayakng. Penggunaan burung Alo (Enggang) didalam peribahasa tersebut adalah mengingat burung Enggang terkenal sebagai burung yang sangat setia.

Sebagai hasil yang didapatkan dari perbuatannya yang berhasil mengadu domba antara raja dan adiknya, istri raja Patih Suleg Sampayakng tersebut kemudian merangkap sebagai pejabat Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos) untuk menggantikan Singa Taguh (Jendral Teguh). Setelah Singa Taguh (Jendral Teguh) terdepak dari jabatan Pangalangok (Pemimpin Militer), ia mengasingkan diri ke hulu Batangan Salako (Sungai Selakau), yang kelak pemukimannya itu menjadi kampung Batangan Raya atau Tang Raya atau Sungei Raya Kecamatan Sungei betung dimasa sekarang.

Pada waktu Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos) dijabat oleh istri raja Patih Suleg Sampayakng tersebut, tidak berapa lama kemudian terjadi perang antara kerajaan Bawakng (tamaratos) dengan kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng). Penyebab terjadinya perang kerajaan Bawakng (Tamaratos) dengan kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng) adalah karena pihak kerajaan Bawakng (Tamaratos) yang menentang keras terhadap perubahan adat-istiadat Dayak warga Dinasti Bawakng (Adat orang Bakati, orang Banyadu dan orang Bananag). Pada waktu itu Dewan Panungkakng Bawakng (Penunjang Dinasti Bawakng) yang berfungsi sebagai mediator (penengah / pelerai) pada setiap konflik yang melibatkan para penguasa kerajaan Bawakng dan kerajaan turunannya sudah bubar, sehingga konflik bersenjata tak terelakan.

Bermaksud untuk menghukum pihak kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng), tentara kerajaan Bawakng (Tamaratos) melakukan penyerangan ke kota Bahana, dibawah pimpinan raja Patih Suleg Sampayakng bersama istrinya yang merangkap sebagai Pangalangok (Pemimpi Militer) kerajaannya, yang disebut dalam bahasa Dayak Bakati dengan julukan Singa Ureg Nyabong Bakute Allo (Jendral pulang menyabung / mengadu-domba berkicaulah burung enggang), namun serangan tersebut dapat dihadapi oleh tentara kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng).

Pada peperangan itu, raja Patih Suleg Sampayakng dan Pangalangok (Pemimpin Militer) kerajaannya Singa Ureg Nyabong Bakute Alo (Jendral pulang menyabung / mengadu domba berkicaulah burung enggang) tewas terbunuh. Kematian mereka menyebabkan kerusuhan terjadi di kota Bawakng Basawag. Pada waktu itu, penduduknya yaitu orang Dayak Bakati dan Dayak Kanyatan (orang Bananag) saling berperang, akibatnya kota Bawakng Basawag hancur lebur dan akhirnya ditinggalkan. Seluruh penduduknya kemudian pergi meninggalkan kota yang hancur itu untuk membangun pemukiman-pemukiman baru yang jauh dari lokasi kota Bawakng Basawag.

Setelah raja Patih Suleg Sampayakng meninggal, kemudian adiknya Singa Taguh (jendral Teguh) yang dahulu adalah mantan Pangalangok (pemimpin militer) kerajaan Bawakng (Tamaratos), diangkat untuk menjadi raja menggantikan Suleg Sampayakng. Pada waktu Patih Taguh berkuasa, pusat pemerintahannya berada di Batangan Raya alias Batang Raya alias Tang Raya alias Sungei Raya kecamatan Sungei Betung dimasa sekarang. Setelah Patih Taguh yang tidak memiliki anak meninggal dunia, kerajaan Bawakng (Tamaratos) tidak memiliki penerus lagi, sehingga langsung runtuh.

Berikut Adalah Daftar Kerajaan Yang Para Pendirinya Merupakan Keturunan Dinasti Kerajaan Bawakng (Tamaratos):
1.   Kerajaan Keokng Kanakng (Tiong Kandang).
Ini adalah kerajaan milik Dayak Mali (Orang Ba’aye). Ibukota awal adalah kota Tiong Kandang, yang bekas lokasinya masuk wilayah kecamatan Batang Tarang Kabupaten Sanggau sekarang.

2.   Kerajaan Satona (Sthanapura)
Ini adalah kerajaan milik Dayak Banyuke (Orang Banyadu), yang didirikan oleh Patih Lubish. Ibukota awal adalah kota Banyuke, yang masuk wilayah Desa Samade, kecamatan Banyuke Hulu Kabupaten Landak sekarang. Kemudian ibukota terakhir bernama Jarikng (Jengkol) yang masuk wilayah Desa Setolo Kecamatan Menyuke Darit, Kabupaten Landak sekarang.

3.   Kerajaan Pantanatn / Nek Riuh (Tamenacerim)
Ini adalah kerajaan milik Dayak Bakati Utara, yang didirikan oleh Patih Jaek. Ibukota awal adalah kota Barangan.

4.   Kerajaan Bahanapura (Bangkule Rajakng)
Ini adalah kerajaan milik Dayak Kanayatn (Orang Bananag) Barat, yang didirikan oleh Patih Ramaga anak Balo Tanang. Ibukota awal adalah kota Bahana, yang masuk wilayah kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten Landak dimasa sekarang. Dan Ibukota dimasa sekarang adalah kota Mempawah yang sekaligus sebagai ibukota Kabupaten Mempawah sekarang.

5.   Kerajaan Ango Talaga (Sangah Tumila)
Ini adalah kerajaan milik Dayak Kanayatn (Orang Bananag) Timur, yang didirikan oleh Patih Paramula (Tagag Tamula). Ibukota awal bernamn Tajur Tangkadi dan ibukota terakhir bernama Mototn Sisara, yang kedua-duanya masuk wilayah Kecamatan Sengah temila, Kabupaten Landak dimasa sekarang.

Berikut Adalah Daftar Nama Raja-Raja Bawakng (Tamaratos) Yang Diketahui:

1.  Patih Butag Bawakng (abad 2 SM)
2.  Patih Sapeg Tapakng Page  (abad 2-1 SM)
3.  Patih Kambang Putih Ochok Bawakng (abad 1 SM)
4.  Patih Kambang Rampaga (abad 1 SM – abad 1 M)
5.  Patih Salopo Dama (abad 1 M)
6.  Patih Sanyala (abad 1-2 M)
7.  Patih Shirug  (abad 2 M)
8.  Tidak Diketahui   (abad 2 M)
9.  Tidak Diketahui   (abad 3 M)
10. Tidak Diketahui  (abad 3 M)
11.  Patih Sapangko  (abad 4 M)
12.  Patih Sakotokng Gonong (abad 4 M)
13.  Patih Nyado (abad 5 M)
14.  Patih Lejak (abad 5 M)
15.  Patih Santak Matuano (abad  6 M)
16.  Patih Bujakng Nyangkog Dama (abad 6-7 M)
17.  Patih Bujakng Pabaras (abad 7 M)
18.  Patih Saikng Sampit  (abad 7-8 M)
19.  Patih Sansak Barinas  (abad 8 M)
20.  Patih Borog Bagagar  (abad 8-9 M)
21.  Patih Borog Layu  (abad  9 M)
22.  Patih Bunsug Santalakngan (abad 9 M)
23.  Patih ropog (abad 9-10 M)
24.  Patih Matuano / Mantoari (abad  10 M)
25.  Patih Rampunun (abad 10 M)
26.  Patih Langi (abad 11 M)
27.  Patih Ramaga anak Langi (abad 11 M)
28.  Patih Baniamas (Abad 12)
29.  Patih Maniamas  (abad 12-13 M)
30.  Patih Payog / Bujakng Nyangkog Samabue (Abad 13 M)
31.  Patih Suleg Sampayakng (Abad 13 M)
32.  Patih Taguh (Abad 13-14 M)





         

         





2 komentar :

  1. Mohon maaf min,tapi kok mengapa kanayatn di sini terlepas dari sejarah Tangkitn, dedangkan dimana-mana orang tau bahwa tangkitn juga ada di Sub-Kanayatn.
    Mohon diperjelas...sejelas-jelasnya.
    Thanks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Secara etimologi (asal kata) Tangkitn= Tangkadasan kin (pemennggalan ku / alat penggal milikku), Pandat= uPAN aDAT (parang dari adat / budaya lokal), Lansa' = LAlapm ANSA' (Lalai di asah) karena Tangkitn yg telah memotong kepala, darah korban yang menempel pada Tangkitn selalu dipamerkan, sehingga menjadi kebanggaan bagi sang pengayau, dibiarkan sampai mengering, hingga sipemilik lupa merawat Tangkitnnya,termasuk mengasahnya, begitulah awal mula sebutan LANSA' terbentuk. Karena semua asal kata sebutan Tangkitn itu, kosakata rumpun Dayak Bidayuhik, maka sudah pasti asal awalnya dari daerah berbahasa Bidayuhik, dan Pusat peradaban kita yang tertua, khusus nya kalbar bagian barat adalah Banua / kerajaan Bawang, maka wilayah asal bahasa sub Bidayuhik yang menjadi asal istilah atau sebutan untuk parang Tangkitn itu sudah jelas adalah dari Bakati dan Banyadu, dan dari sana Tangkitn menyebar keseluruh kalbar barat dan Sarawak barat. Termasuk ke orang bananag / kanayatn. Sebagai tambahan, kadang-kadang Tangkitn juga disebut JANOKNG. Istilah JANOKNG digunakan untuk menyebutkan semua senjata tajam yang berukuran lebih besar dan lebih panjang, termasuk Tangkitn yang besar dan agak panjang. JANOKNG istilah yang berasal dari penyingkatan kata "Janawe Agokng", yaitu dua buah kosakata dalam bahasa Dayak yang diserap dari bahasa Sansekerta "Jenawi Agung" yang berarti " senjata tajam yang berukuran lebih panjang dan besar".

      Hapus

 

Translate

Label

Adat (5) Bigbang (14) Budaya (5) Dayak (10) Kerajaan Dayak (11) Multiverse (3)